Download this Safelink Theme. Download now!

JPU KPK Hadirkan Abdul Kudus Disidang Korupsi Suap Bupati Jombang

#Dalam persidangan terungkap, adanya biaya puluhan juta untuk pengurusan Ijin di Dinas Penanaman Modal dan PTSP Jombang#
Abdul Kudus, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kab. Jomang
beritakorupsi.co – Uang untuk pengurusan surat-surat di Instansi pemerintahan sepertinya bukanlah masalah baru, dan bahkan hal itu sudah berlangsung sejak lama namun ada yang terungkap ada pula yang sebaliknya.

Seperti perumpamaan, dimakan mati Bapak tidak dimanak mati Ibu. Dikasih uang cepat ijin keluar tidak dikasih prosesnya lama.

Terbukti, sejak Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 87 tahun 2016 pada tanggal 26 November 2016 tentang Sapu Bersih Pungutan Liar (Sabr Pungli), di Jawa Timur Khususnya sudah puluhan PNS (Pegawai Negeri Spil) atau APN (Apratur Penyelenggara Negara) yang ditangkap oleh Tim Saber Pungli, walau memang yang ditangkap aparat penegak hukum (APH) hanya sipenerima dan dijerat dengan pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi. Pada hal Korupsi atau KKN tidaklah dilakukan oleh satu orang, yang sudah tentu berbeda dengan pelaku criminal seperti copet.

Hal ini pun terungkap pula disidang Korupsi suap OTT Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dengan terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang yang ditangkap oleh KPK pada, 3 Februari 2018.

saksi drg. Novi Hayatie (kanan) dan Bambang Irawan
Terungkapnya biaya puluhan juta untuk pengurusan Ijin ini, adalah dari keterangan Abdul Kudus selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jombang, yang dihadirkan oleh JPU KPK sebagai saksi untuk didengar keterangannya  dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dengan  terdakwa Inna Silestyowati, pada Jumat, 4 Mei 2018.

Selain Abdul Kudus, JPU KPK juga menghadirkan 2 saksi lainnya dari Dinas Kesehatan selaku bawahan terdakwa, yaitu drg. Novi Hayatie selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) dan Bambang Irawan, Kepala Seksi PSDK. Persidangan ini pun digelar dalam 2 session, yang prtama drg. Novi Hayatie dan Bambang Irawan.

Saat JPU KPK Dodi Soekmono, Mayhardy Indra Putra,  Yadin dan Agus Satrio Wibowo secar bergantian mengajukan pertanyaan kepada saksi Abdul Kudus, terungkaplah biaya sebesar 75 juta untuk proses menerbitkan Izin operasional Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Mitra Bunda milik dr.Subur Suprojo, sementara Direktur RSIA Mitra Bunda adalah dr. Siti Djannah Djayadi.

Namun Abdul Kudus tidak mengakui, kalau angka Rp 75 juta untuk biaya Izin operasional RSIA Mitra Bunda dari dirinya. Menurutnya, terdakwalah yang mengungkapkan itu.

“Bukan saya yang mengatakan Tujuh puluh Lima juta,” kata saksi Abdul Kudus kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK.

“Saudara sudah disumpah,” kata JPU KPK mengingatkan saksi agar jujur.
“Benar, bukan saya Pak,” kata Abdul Kudus ke Majelis Hakim.
“Ia sudah, biar penyidik yang menilainya,” ucap Ketua Majelis Hakim.

Sementara menurut terdakwa, bahwa angka Rp 75 juta untuk biaya menerbitkan Izin operasional RSIA Mitra Bunda yang disampaikannya ke dr. Subur Suprojo adalah dari saksi sendiri. Sebab, semua pengurusan Izin di Kabupaten Jombang adalah melalui saksi selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jombang.

Anehnya, Abdul Kudus “tak sekudus namanya” saat menjawab pertanyaan JPU KPK. Pada hal, sebelumnya, Abdul Kudus menjelaskan, bahwa dirinya juga menarik biaya saat mengeluarkan Izin Rumsah Sakit Bedah di Jombang, jauh sebelum ada permohonan pengurusan Izin RSIA Mitra Bunda.

Terkait keterangan saksi Abdul Kudus menegani biaya pengusrusan izin, apakah ada arahan atau petunjuk dari Bupati, menurut JPU KPK Ronald kepada wartawan media ini mengatakan masih akan mendengarkan keterangan saksi lainnya.

“Memang dari sadapan telepon, terdakwalah yang mengucapkan Tujuh puluh Lima juta. Tetapi menurut terdakwa, bahwa itu dari saksi sebelum dokter Subur menemui terdakwa dikantornya. Makanya saat terdakwa telepon Abdul Kudus dispicker kan. Apakah ada petunjuk dari Bupati, nanti akan kita dengarkan dalam persidangan,” kata JPU KPK Ronald.

Dalam surat dakwaa JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Inna Silestyowati pada tanggal 1 Februari 2018 bertempat di rumah tamu suka Swagata pendopo Kabupaten Jombang yang masih masuk daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sejumlah Rp 75 juta Kepada Nyono Huharli Wihandoko Bupati Jombang periode 2013-2018 perkara terpisah, supaya Bupati Jombang menerbitkan Izin operasional Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Mitra Bunda Jombang yang bertentangan dengan kewajiban Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 2000 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pasal 76 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan UU RI Nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;



Pada bulan Oktober 2017, dr. Siti Djannah Djayadi selaku Direktur RSIA Mitra Bunda milik dr. Subur Suprojo, mengajukan permohonan izin operasional Rumah Sakit dengan surat Nomor 001/RSIAMB/X/2017 tanggal 2000 tanggal 16 Oktober 2017 Kepada Bupati Jombang melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jombang.

Setelah surat permohonan diterima oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Joko Muji Subagio  selaku Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Perijinan melalui seleksi administrasi perijinan melakukan verifikasi terhadap surat permohonan dan kelengkapan berkasnya dan dinyatakan memenuhi persyaratan dan izin. Kemudian Dinas Penanaman Modal dan PTSP membuat surat pengantar Nomor 440/2460415.35/2017 tanggal 23 oktober 2017 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk meminta rekomendasi permohonan izin operasional dimaksud.

Pada tanggal 2 November 2017, Dinas Kesehatan menerima berkas permohonan izin dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP, selanjutnya terdakwa Inna Silestyowati yang menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan merangkap sebagai pejabat pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan menurunkan surat tersebut kepada Bambang Irawan selaku kepala seksi pelayanan kesehatan pada bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) untuk diproses lebih lanjut yaitu dilakukan verifikasi atau kunjungan lapangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur.

Sebelum dilakukan visitasi terlebih dahulu pihak manajemen RSIA Mitra Bunda memaparkan profil RSIA Mitra bunda di hadapan pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tanggal 22 November 2017. Dinas Kesehatan memberikan saran untuk dilakukan penambahan jumlah tenaga medis dan paramedic, sarana dan prasarana, pemenuhan peralatan laboratorium dan Instalasi Gizi, pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan apabila tidak dapat memenuhi maka manajemen RSIA disarankan menjadi Klinik Utama.

Pada tanggal 4 Januari 2018, Tim Kesehatan Kabupaten Jombang dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan visitasi ke RSIA Mitra Bunda, sedangkan tim dari PERSI Jatim melakukan visitasi pada tanggal 8 Januari 2018. Dari kegiatan Visitasi tersebut disimpulkan bahwa RSIA Mitra Bunda belum memenuhi syarat untuk diberikan rekomondasi izin operasional rumah sakit.

Pada bulan Januari 2018, pada saat kegiatan pembinaan para kepala Dinas oleh Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, bertemu Kepala Dinas penanaman modal dan PTSP Abdul Kudus, saat itu terdakwa Inna Silestyowati menanyakan kepada Abdul Kudus berapa kontribusi penerbitan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr. Subur Suprojo yang ditandatangani Bupati, dan dijawab sebesar Rp 75 juta.

Selanjutnya, berdasarkan hasil visitasi seksi pelayanan kesehatan pada bidang PSDK Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang membuat surat pengembalian berkas RSIA Mitra Bunda kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP, bahwa RSIA belum layak diberikan rekomendasi. Surat tersebut diajukan kepada terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan untuk ditandatangani, akan tetapi terdakwa tidak bersedia menandatangani surat pengembalian berkas dimaksud,  karena terdakwa tidak setuju apabila RSIA Mitra Bunda tidak memberikan rekomendasi izin operasional. Setelah itu terdakwa memerintahkan drg. Novi Hayatie selaku Kepala Bidang PSDK untuk membuat konsep surat rekomendasi RSIA Mitra Bunda.

Pada tanggal 29 Januari 2018, terdakwa INNA Silestyowati menandatangani surat rekomondasi izin operasional RSIA Mitra Bunda untuk selanjutnya diproses dalam bentuk surat keputusan yang ditandatangani oleh Bupati Nyono Suharli Wihandoko.

Pada akhir bulan Januari  2018, terdakwa INNA Silestyowati bertemu dengan Bupati Nyono Suharli Wihandoko di rumah tamu swagata Pendopo Kabupaten Jombang. Saat itu Bupati menyampaikan keinginannya untuk rapat dengan para kepala Puskesmas dan meminta terdakwa untuk koordinasi dengan bagian umum.  Pada kesempatan itu, Bupati menanyakan kepada terdakwa apakah memiliki dana dan terdakwa menjawab ada, karena terdakwa akan mengeluarkan rekomendasi izin operasional Rumah Sakit sebagai dasar penerbitan surat keputusan Bupati nantinya.

Pada tanggal 1 Februari 2019 sekira pukul 13.00 WIB, terdakwa Inna Silestyowati  memanggil dr. Subur Suprojo selaku pemilik RSIA Mitra Bunda untuk menemui terdakwa di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan hasil visitasi bahwa RSIA Mitra Bunda masih banyak kekurangan persyaratan, diantaranya masalah tempat pembuangan limbah tetapi dr. Subur Suprojo menjawab bahwa hal itu sudah dibangun. Kemudian terdakwa mengatakan "Oke nanti akan saya salurkan rekomendasi tapi ada kontribusinya. Saya tanyakan pada Kudus dulu kontribusinya berapa". Selanjutnya terdakwa menelepon Abdul Kuddus selaku kepala DPM dan PTSP dengan diloudsfeker sehingga dr. Subur Suprojo bisa mendengar pembicaraan tersebut, dan diberi tahu bahwa kontribusinya sebesar Rp 75 juta, selanjutnya dr. Subur Suprojo menjanjikan akan dibayar pada hari Senin.

Setelah ada kepastian dr. Subur Suprojo akan membayar kontribusi meskipun dijanjikan hari Senin dan Bupati sedang membutuhkan dana, maka terdakwa bersedia menggunakan uangnya terlebih dahulu sebesar Rp 75 juta. Kemudian terdakwa mengambil uangnya di Bank Jatim Cabang Jombang sejumlah Rp 35 juta, dan untuk menggenapi terdakwa pulang ke rumahnya mengambil uang kontan sejumlah Rp 40 juta dan kemudian disatukan ke dalam tas plastik menjadi sejumlah Rp 75 juta yang akan diserahkan kepada Bupati.

Masih pada tanggal yang sama, sekira pukul 18.30 WIB, terdakwa Inna Silestyowati diantar Mohammad Afandi Badar anaknya menggunakan mobil Pajero Sport warna putih Nomor Polisi L 1926 MH dengan membawa uang sejumlah Rp 75 juta yang dibungkus dalam tas plastik menuju Pendopo Kabupaten untuk menyerahkan uang kepada Bupati Nyono Suharli Wihandoko, agar mengeluarkan izin operasional RSIA Mitra Bunda. Sesampai di Pendopo Kabupaten, terdakwa menunggu Bupati dan baru ditemui pada pukul 20.00 WIB.  Pada saat Bupati dan Misbahul Munir ajudannya keluar dari rumah dinas, kemudian terdakwa menghampiri Bupati dan menyampaikan, “Pak, saya bawa uang Rp 75 juta”. Bupati menjawab, “Ayo ke situ ke Swagata”. Selanjutnya terdakwa, Bupati dan Misbahul Munir berjalan menuju rumah tamu Swagata di sebelah Pendopo Kabupaten, dan pada saat itu Bupati menyampaikan agar terdakwa menyerahkan uangnya ke ajudan saja. Kemudian terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada Misbahul Munir di hadapan Bupati dan terdakwa mengatakan, “Sudah ya Pak”. Dan dijawab Bupati, “Ya”, selanjutnya terdakwa pamit pulang.

“Bahwa perbuatan terdakwa memberi sesuatu berupa uang sejumlah Rp 75 juta kepada Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang supaya mendapatkan izin operasional Rumah Sakit Ibu Anak Mitra Bunda Jombang padahal tidak memenuhi syarat, sehingga bertentangan dengan kewajiban Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang sebagaimana dimaksud dalam UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, dalam pasal 5 angka 4 yang menyatakan; setiap penyelenggaraan negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi Kolusi dan Nepotisme, dan angka 6 yang menyatakan; setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi,  keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap JPU KPK

Dalam surat dakwaa JPU KPK, terdakwa dijerat dengan pasal berlapis sebagai pemberi suap terhadap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang jumlahnya sebesar Rp 1.080 milliar sejak tahun 2016 hingga Februari 2018, saat terdakwa menjabat sebagai Kepala Puskemas Gambiran Jombang, dan kemudian Plt. Kepala Dinas Kesehatan menggantikan Heri Wibowo yang mengundurkan diri karena sakit.

“Bahwa perbuatan terdakwa Inna Silestyowati sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana,” ucap JPU KPK.  (Redaksi)

Post a Comment

© LensaKasus. All rights reserved. Distributed by ASThemesWorld