Download this Safelink Theme. Download now!

Uang Hasil Korupsi Rp8.2 M Yang Ditangani Kejari Surabaya Diserahkan Ke Bank Jatim

Kajari Surabaya M. R. Teguh Darmawan, SH, MH (5 dari kanan) dan Dirut Bank Jatim R Soersoso (7 dari kiri)
beritakorupsi.co - Kamism 26 September 2018, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya Muhammad R. Teguh Darmawan, SH, MH, didapmpingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Kepala Seksi Barang Bukti (Kasi Barbuk) dan beberapa Jaksa lainnya menyerahkan uang sebesar Rp8.261.900.000 (Delapan milliar Duaratus enampuluh Satu juta Sembilan ratus ribu rupiah) ke Bank Jatim di Kantor Pusat Jalan Basuki Rahmad Nomor 98 - 104 Surabaya.

Penyerahan uang sebesar Rp8.261.900.000 oleh Kejari Surabaya ke Bank Jatim, sebagai pelaksanaan putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dengan nomor perkara 210 K/PID.SUS/2018 yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inckrah)

Uang sebesar Rp8.261.900.000 itu adalah merupakan barang bukti (BB) yang disita oleh penyidik dari terpidana Yudi Setiawan selaku Direktur PT Cipta Inti Parmindo (PT CIP) pada saat dilakukan penyidikan, dalam kasus Korupsi kredit macet Bank Jatim HR.Muhamad pada tahun 2011 - 2012 lalu dengan kerugian negara sebesar Rp52 milliar.

Kedatangan Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya bersama rombongan ke Bank milik Pemrov Jatim ini dengan membawa sejumlah uang untuk diserahkan, disambut langsung oleh Dirut PT Bank Jatim, R Soersoso di ruang Semeru Gedung Bank Jatim kantor pusat yang terletak di jalan HR.Muhammad Surabaya.

Dalam acara yang berlangsung, Kajari Surabaya M. R. Teguh Darmawan menyampaikan, sesuai bunyi putusan bahwa barang bukti berupa uang sebesar Rp8.261.900.000 dirampas untuk negara, dalam hal ini adalah Bank Jatim.

Teguh menambahkan, terpidana dalam kasus ini adalah Yudi Setiawan yang suadh dieksekusi untuk menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Permisan Nusakambangan.

"Sesuai bunyi putusan dalam perkara Nomor 210 K/PID.SUS/2018, bahwa barang bukti dirampas untuk negara, dan dikembalikan ke negara cq Bank Jatim," ucap Kajari Surabaya  M. R. Teguh Darmawan

Teguh Darmawan menjelaskan, atas bunyi putusan Kasasi Mahkama Agung RI, maka barang bukti berupa uang dikembalikan ke Bank Jatim.

"Alhamdulilah, hari ini kami bisa laksanakan pengembalian kerugian negara dari kasus ini ke Bank Jatim. Uang yang kami serahkan sebesar Delapan milliar Duaratus Enampuluh Satu juta Sembilan ratus ribu rupiah (Rp8.261.900.000) lanjut Teguh.

Barang bukti yang disita oleh Kejari Surabaya dalam kasus ini, bukan hanya berupa uang  melainkan beberapa kendaraan (mobil) sebanyak 16 unit dari berbagai merk serta beberapa apartemen milik terpidana Yudi Setiwan.

"Selain uang, ada 16 unit mobil dan apartemen, tapi tidak bisa kami serahkan sekarang, karena masih perlu proses dan mekanisme yang dilakukan oleh Aprasial KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)  sebelum dilakukan lelang. Namanya recovery, yang terpenting bagaimana bisa mengembalikan kerugian negara," kata Teguh Darmawan.

Sementara itu, Dirut Bank Jatim R Soersoso menyambut baik dan menyampaian terimakasih kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, atas pengembalian kerugian negara dalam kasus Korupsi ini yang ditangani pihak Kejari Surabaya.

"Kami sangat berterima kasih kepada Pak Kajari Surabaya. Dan pengembalian kerugian negara ini, bisa menutup segala kerugian yang sudah terjadi pada kasus ini. Tentunya dengan pengembalian kerugian negara ini, akan kembali menyehatkan Bank Jatim," ucap R Soersoso pada awak media.

Soeroso mengatakan, kasus ini menjadi guru terbaik untuk merubah sistim maupun SDM (Sumber Daya Manusia) di Bank Jatim, agar tidak terjadi kasus-kasus seperti ini, pihak Bank Jatim sudah melakukan perubahan dengan menyekolahkan para SDM Bank Jatim yang  bekerjasama dengan Kejaksaan diseluruh Jawa Timur, untuk memberikan pengetahuan tentang pencegahan dan bahaya Tindak Pidana Korupsi.

Kasus ini menyeret sebanyak 14 tersangka, dan 6 diantaranya dari pihak Bank Jatim, yaitu Bagoes Soeprayogo selaku Kepala Cabang, dan Tony Baharawan  selaku penyelia Bank Jatim Bank Jatim HR Muhammad dinyatakan terbukti bersalah. Sementara 4 Analisis divonis bebas.

Sedangkan 8 tersangka terdiri dari Yudi Setiawan bersama istrinya, dan 6 tersangka lainnya selaku Direktur  CV Aneka Karya Prestasi (Hery Triyatna),  Direktur CV Aneka Pustaka Ilmu (Mochammad Kusnan),  Direktur CV Bangun Jaya (Mohammad Setiawan), Direktur CV Kharisma Pembina Ilmu (Wimbo Handoko), Direktur CV Cipta Pustaka Ilmu (Adi Surono) dan Direktur CV Media Sarana Pustaka (Rachmat Anggoro).

Apa yang dilakukan oleh Kejari Surabaya, berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Kejari Kediri (Kabupaten) dalam kasus korupsi kredit macet Bank Jatim Cabang Kediri. Dimana kerugian negara yang dikembalikan oleh terpidana, tidak serahkan ke Bank Jatim Cabang Kediri melainkan ke Kas Negara. Sementara Sertifikat ratusan warga yang menjadi jaminan dalam kredit KPPE, hingga saat ini maih ditahan di Bank Jatim cabang Kediri. Dan ratusan warga sebagai pemilik SHM itu tak tau harus mengadu kemana untuk “memeluk” hak miliknya itu. Seperti yang disampaikan koordinator warga ke wartawan media ini bebebrapa waktu lalu.

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2005. Saat Yudi Setiawan selaku Direktur PT Cipta Inti Parmindo sesuai akta No 17 tanggal 16 Maret 2005 yang dibuat oleh Notaries Fikry Said, mengajukan permohonan kredit kepaada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) Cabang HR Muhammad.

Permohonan pengajuan kredit ke Bank Jatim oleh Yudi Setiawan, selain membawa nama PT Cipta Inti Parmindo, juga menggunakan sebanyak 7 nama perusahaan lain yang didirikan Yudi Setiawan sendiri, dan dipipim oleh karyawan-karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut.

Ketujuh perusaaan milik Yudi Setiawan adalah CV Aneka Karya Prestasi, CV Aneka Pustaka Ilmu, CV Bangun jaya, CV Cipta Pustaka Ilmu, CV Kharisma Pembina Ilmu, CV Media Sarana Pustaka, CV Visi Nara Utama. Dana yang dicairkan ke 8 perusahaan termasuk PT Cipta Inti Parmindo sebesar Rp52.300.000.000.

Pengajuan kredit yang dilakukan oleh Yudi Setiawan dan kelompok usahanya tersebut sebanyak 28 permohonan adalah kredit jenis Kepres dengan jaminan berupa proyek yang sedang ditangani oleh perusahaan milik Yudi Setiawan, yang beasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah yang pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD maupun blockgrant (hibah) yang terdiri dari beberapa Kabupaten/Kota se-Jawa timur, antara lain Situbondo, Pamekasan, lamongan, Mojokerto dalam proyek pengadaan alat-alat penunjang pendidikan pada tiap-tiap sekolah.

Kredit dengan jenis Kepres adalah salah satu jenis Kredit umum terhadap debitur yang bersifat temporary (pengembalian pembayaran melalui sistim termin) untuk pembiayaan proyek pemerintah maupun swasta, dan dalam pelaksaanproses pemberian kreditnya menggunkan standar opeasional prosedur (SOP) krediti umum. Prosedur yang berlaku dalam pemberian kredit modal kerja pola Kepres (SOP) dalah sesuai surat keputusan Direksi Bank Pembangunan Jawa Timur No 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Pembruari 2005.

Ternyata dalam proses pencairan kredit terhadap debitur yang merupakan kelompok usaha Yudi Setiawan, Bagoes Soeprayogo selaku Kacab Bank Jatim HR Muhammad dan Tony Baharawan  selaku penyelia, tidak pernah menjalankan ketentuan yang telah diatur dalam surat keputusan Direksi Bank jatim No 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Pembruari 2005, Surat Direksi Bank Jatim 043/39/KRD/ tanggal 7 Oktober 2005 dan Surat Kepeputusan Direksi Bank Jatim No 046/152/KEP/DIR/PRN tanggal 7 Nopember 2008 poin 6.4 huruf a (1), ketentuan tersebut seharusnya menjadi pedoman dalam pemberian kredit modal kerja pola Kepres.

Bagoes Soeprayogo dan Tony Baharawan, dalam proses penilaian permohonan kredit tidak pernah melakukan pemeriksaan on the spot terhadap masing-masing debitur tersebut untuk mengetahui siapa, dan bagaimana profile debitur sesungguhnya maupun sejauh mana kemampuannya. Bagoes Suprayogo, sebelum mebuat surat keputusan kredit, seharusnya bertemu dan bertatap muka secara langsung dalam rangka on the spot dengan para debitur di lokasi, guna konfirmasi surat keputusan Bupati terkait proyek dimaksud. Namun Bagoes Soeprayogo tidak pernah mengecek dokumen kontrak kerja yang asli maupun wawncara tentang kebenaran ada tidaknya proyek tesebut. (Rd1)

Post a Comment

© LensaKasus. All rights reserved. Distributed by ASThemesWorld